Tradisi
: SURO
Disusun
dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah : Tafsir Hadits Ijtima’i II
Dosen
Pengampu : Elya Munfarida, M.Ag
Disusun
Oleh :
Isnaini
Wijayanti ( 102312017)
Prodi/semester
: KPI/5
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, masyarakat jawa khususnya sangat menghargai budayanya. Bisa
dilihat, Ketika ada hari-hari keagamaan, mereka melakukan ritual-ritual
tertentu dengan tujuan mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Sang penguasa bumi.
Kentalnya kebudayaan ini karena adanya pengaruh zaman Jawa-Islam. Dimulai dari
transformasi keyakinan dari Hindu-Budha ke Islam.
Transformasi ini didukung oleh raja yang juga ikut memeluk Islam. Penyebar
Islam di jawa adalah walisongo, sebagai juru dakwah dan guru tarekat sehingga
corak islam jawa adalah bercorak tasawuf. Sementara itu, pandangan hidup
masyarakat jawa sebelumnya bercorak mistik, sehingga pandangan islam yang
bercorak tasawuf ini sejalan dengan keyakinan mereka.[1]
Salah satu tradisi masyarakat jawa yang merupakan salah satu budaya penting
adalah tradisi menyambut bulan Muharram atau bulan “suro”. Karena menurut
masyarakat muslim jawa sendiri, bulan Muharram merupakan bulan suci dan bulan
keramat. Sehingga patut untuk ditradisikan dan diritualkan meski menurut cara
masing-masing namun semua itu sama, yaitu memohon kepada Allah agar diberi
selamat dan mensyukuri apa yang telah diberikanNya.
BAB II
PEMBAHASAN
Muharram adalah nama bulan pertama pada sistem penanggalan Hijriah, yang
kemudian oleh masyarakat jawa khususnya disebut bulan Suro. Dalam islam
sendiri, bulan ini dipandang sebagai bulan suci. Karena pada bulan ini,
larangan perang terhadap kaum kafir Quraisy dicabut. Dan bagi kaum syiah,
Muharram merupakan bulan ratapan atas kematian Husein bin Ali.
Hari Asura adalah hari kesepuluh bulan Muharram, bulan pertama pada tahun
Hijriyah. Sebagaimana di sebutkan dalam ‘Ensiklopedi Islam’ (2005: 1, 227-228),
dalam islam hari kesepuluh dipandang sebagai hari yang mempunyai keutamaan
karena pada hari tersebut, Allah SWT menentukan banyak peristiwa di muka bumi
ini.
Dalam catatan
imam Al-Ghazali disebutkan bahwa pada hari Asura terjadi peristiwa sebagai
berikut :
- Allah menciptakan ‘Arsy, langit, bumi , matahari, bulan, bintang, dan surga.
- Nabi adam diciptakan, bertaubat dan dimasukan lagi kedalam surga.
- Nabi Idris diangkat ke tempat yang tinggi.
- Perahu Nabi Nuh merapat ke bukit judi.
- Nabi Ibrahim dilahirkan dan diselamatkandari api unggun Raja Namrud.
- Nabi Yaqub disembuhkan dari semua penyakitnya.
- Nabi Yusuf dikeluarkan dari penjara.
- Nabi Musa dan pengikutnya selamat menyebrangi lautan, dan firaun tenggelam di lautan.
- Nabi Sulaiman diberikan karunia kerajaan yang besar.
- Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan.
- Nabi Isa dilahirkan serta diangkat kelangit.
Bagi masyarakat jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian dan ketulusan
penyembahan kepada Allah, sebagian mewujudkan dalam bentuk simbol-simbol
ritual. Simbol ritual ini merupaka ekspresi dan perwujudan maksud bahwa dirinya
tidak terpisahkan dari Tuhan. Simbol-simbol ritual tersebut contohnya adalah
ubarampe ( piranti / peralatan dalam bentuk makanan) yang disajikan dalam
ritual selamatan. Hal ini merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan
perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Sesungguhnya adalah
bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak.
Ritual tersebut ada pula dengan pembakaran kemenyan, biasanya diniatkan “
talaning iman, urubing cahya kumara, kukuse ngambah swarga, ingkang nampi dzat
ingkang Maha Kuwoso” ( sebagai tali pengikat keimanan, Nyalanya diharapkan
sebagai cahaya kumara, asapnya diharapkan sebagai bau-bauan surga, dan agar dapat
diterima oleh Tuhan YME).
Adapula ritual yang menggunakan sarana tumpeng. Tumpeng itu sendiri bagi
orang jawa merupakan ungkapan dari “metu dalan kang lempeng” maksudnya “hidup
melalui jalan yang lurus (hanif), sebagai aplikasi dari ayat dan doa “ihdinash
shirathal mustaqim”.
Selain ritual, adapula sebagian masyarakat muslim yang melakukan sholat
tasbih di malam 1 muharram. Karena, shalat tasbih ini setidaknya dikerjakan
seminggu sekali, kalau tidak bisa setahun sekali, kalau tidak bisa setahun
juga, seumur hidup sekali.[2]
Asuro juga merupakan hari untuk mengenang meninggalnya Husain cucu Nabi
Muhammad di karbala saat melawan yazid putra muawiyah. Beliau meninggal dengan
sangat memprihatinkan dan tidak manusiawi. Kisah heroik imam Hasan dan Imam
Husain ini selalu berkesan disanubari umat islam, sehingga mereka harus
mengadakan ritual. Ritual dimaksudkan untuk menunjukan rasa hormat dan cinta
mereka kepada dua anak manusia kesayangan Rosulullah. Umat islam jawa
memperingatinya dengan bubur merah dan putih yang disebut dengan “bubur hasan
husain” atau dalam lidah jawa bubur kasan kusen. Kemudian di Bahrain,
peringatan Asura ditandai dengan donor darah massal sebagai wujud darah husain
yang mengalir ketika di penggal kepalanya dan dipotong-potong bagian tubuhnya.
Bagi keraton, ada dua hari besar yang berhubungan dengan islam yang
diperingati secara besar-besaran, yakni “grebeg maulud” dan perayaan bulan
“suro”. Pada bulan suro ini, umumnya dilaksanakn jamas pusoko, ruwatan serta
sesajen agung.[3]
Sering orang jawa dikritik “kalau berdoa langsung saja berdoa, tidak usah
memakai makanan”. Namun orang muslim jawa memiliki jawaban yang logis. Rosull
pernah bersabda “ bersedekah itu dapat menghindarkan diri dari kecelakaan,
kejelekan dan sebagainya”.
Melakukan syukuran pada Allah atas karunia yang diberikannya pada suatu
waktu, baik karena mendapat nikmat maupun terhindar dari bencana, dan dilakukan
secara terus menerus setiap tahun, maka nikmat akan datang pada hari itu.[4]
BAB III
PENUTUP
Suro atau Muharram adalah bulan suci. Karena banyak peristiwa terjadi di
bulan tersebut. Sebagian besar umat islam diberbagai belahan dunia termasuk
muslim jawa memuliakan bulan muharram atau suro dengan aneka ritual dan tradisi
yang dilaksanakan secara khusus pada bulan tersebut. Selain itu, juga dapat
dipetik hikmahnya bahwa sebagai masyarakat yang menyukai festival atau ritual
keagamaan bisa menjadi ajang dakwah yang cukup efektif bagi masyarakat jawa
khususnya. Karena selain Ramadhan, masyarakat dapat diarahkan untuk
memperbanyak amal kebaikan seperti sedekah, puasa, solat dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Ridwan, Suwito, Sulkhan, dan
Supani. 2008. Islam Kejawen. Purwokerto: Stain Press.
H. Munawir Abdul Fattah. Tradisi
orang-orang NU. Yogyakarta : Pustaka
Pesantren.
K.H. Muhammad Solikhin. Misteri
Bulan Suro. Yogyakarta : Narasi.
Jafar Murtadha Al-Amily. Perayaan Maulid Khaul bukan sesuatu yang
haram. Bandung : Pustaka Hidayah.
[1]
Ridwan, Suwito, Sulkhan, dan Supani,
Islam Kejawen, (Purwokerto: Stain Press) hal 46
[2]
H. Munawir Abdul Fattah, Tradisi
orang-orang NU, ( Yogyakarta : Pustaka Pesantren) hlm. 115
[3]
K.H. Muhammad Solikhin, Misteri
Bulan Suro ( Yogyakarta : Narasi ) hlm. 84
[4]
Jafar Murtadha Al-Amily, Perayaan
Maulid Khaul bukan sesuatu yang haram ( Bandung : Pustaka Hidayah ) hlm. 33