Kamis, 22 November 2012

tradisi : SURO


Tradisi : SURO

Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Tafsir Hadits Ijtima’i II
Dosen Pengampu : Elya Munfarida, M.Ag


Disusun Oleh :
Isnaini Wijayanti ( 102312017)
Prodi/semester : KPI/5


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2012


BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, masyarakat jawa khususnya sangat menghargai budayanya. Bisa dilihat, Ketika ada hari-hari keagamaan, mereka melakukan ritual-ritual tertentu dengan tujuan mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Sang penguasa bumi. Kentalnya kebudayaan ini karena adanya pengaruh zaman Jawa-Islam. Dimulai dari transformasi keyakinan dari Hindu-Budha ke Islam.
Transformasi ini didukung oleh raja yang juga ikut memeluk Islam. Penyebar Islam di jawa adalah walisongo, sebagai juru dakwah dan guru tarekat sehingga corak islam jawa adalah bercorak tasawuf. Sementara itu, pandangan hidup masyarakat jawa sebelumnya bercorak mistik, sehingga pandangan islam yang bercorak tasawuf ini sejalan dengan keyakinan mereka.[1]
Salah satu tradisi masyarakat jawa yang merupakan salah satu budaya penting adalah tradisi menyambut bulan Muharram atau bulan “suro”. Karena menurut masyarakat muslim jawa sendiri, bulan Muharram merupakan bulan suci dan bulan keramat. Sehingga patut untuk ditradisikan dan diritualkan meski menurut cara masing-masing namun semua itu sama, yaitu memohon kepada Allah agar diberi selamat dan mensyukuri apa yang telah diberikanNya.







BAB II
PEMBAHASAN
Muharram adalah nama bulan pertama pada sistem penanggalan Hijriah, yang kemudian oleh masyarakat jawa khususnya disebut bulan Suro. Dalam islam sendiri, bulan ini dipandang sebagai bulan suci. Karena pada bulan ini, larangan perang terhadap kaum kafir Quraisy dicabut. Dan bagi kaum syiah, Muharram merupakan bulan ratapan atas kematian Husein bin Ali.
Hari Asura adalah hari kesepuluh bulan Muharram, bulan pertama pada tahun Hijriyah. Sebagaimana di sebutkan dalam ‘Ensiklopedi Islam’ (2005: 1, 227-228), dalam islam hari kesepuluh dipandang sebagai hari yang mempunyai keutamaan karena pada hari tersebut, Allah SWT menentukan banyak peristiwa di muka bumi ini.
Dalam catatan imam Al-Ghazali disebutkan bahwa pada hari Asura terjadi peristiwa sebagai berikut :
  1. Allah menciptakan ‘Arsy, langit, bumi , matahari, bulan, bintang, dan surga.
  2. Nabi adam diciptakan, bertaubat dan dimasukan lagi kedalam surga.
  3. Nabi Idris diangkat ke tempat yang tinggi.
  4. Perahu Nabi Nuh merapat ke bukit judi.
  5. Nabi Ibrahim dilahirkan dan diselamatkandari api unggun Raja Namrud.
  6. Nabi Yaqub disembuhkan dari semua penyakitnya.
  7. Nabi Yusuf dikeluarkan dari penjara.
  8. Nabi Musa dan pengikutnya selamat menyebrangi lautan, dan firaun tenggelam di lautan.
  9. Nabi Sulaiman diberikan karunia kerajaan yang besar.
  10. Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan.
  11. Nabi Isa dilahirkan serta diangkat kelangit.
Bagi masyarakat jawa, ritualitas sebagai wujud pengabdian dan ketulusan penyembahan kepada Allah, sebagian mewujudkan dalam bentuk simbol-simbol ritual. Simbol ritual ini merupaka ekspresi dan perwujudan maksud bahwa dirinya tidak terpisahkan dari Tuhan. Simbol-simbol ritual tersebut contohnya adalah ubarampe ( piranti / peralatan dalam bentuk makanan) yang disajikan dalam ritual selamatan. Hal ini merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Sesungguhnya adalah bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak.
Ritual tersebut ada pula dengan pembakaran kemenyan, biasanya diniatkan “ talaning iman, urubing cahya kumara, kukuse ngambah swarga, ingkang nampi dzat ingkang Maha Kuwoso” ( sebagai tali pengikat keimanan, Nyalanya diharapkan sebagai cahaya kumara, asapnya diharapkan sebagai bau-bauan surga, dan agar dapat diterima oleh Tuhan YME).
Adapula ritual yang menggunakan sarana tumpeng. Tumpeng itu sendiri bagi orang jawa merupakan ungkapan dari “metu dalan kang lempeng” maksudnya “hidup melalui jalan yang lurus (hanif), sebagai aplikasi dari ayat dan doa “ihdinash shirathal mustaqim”. 
Selain ritual, adapula sebagian masyarakat muslim yang melakukan sholat tasbih di malam 1 muharram. Karena, shalat tasbih ini setidaknya dikerjakan seminggu sekali, kalau tidak bisa setahun sekali, kalau tidak bisa setahun juga, seumur hidup sekali.[2]
Asuro juga merupakan hari untuk mengenang meninggalnya Husain cucu Nabi Muhammad di karbala saat melawan yazid putra muawiyah. Beliau meninggal dengan sangat memprihatinkan dan tidak manusiawi. Kisah heroik imam Hasan dan Imam Husain ini selalu berkesan disanubari umat islam, sehingga mereka harus mengadakan ritual. Ritual dimaksudkan untuk menunjukan rasa hormat dan cinta mereka kepada dua anak manusia kesayangan Rosulullah. Umat islam jawa memperingatinya dengan bubur merah dan putih yang disebut dengan “bubur hasan husain” atau dalam lidah jawa bubur kasan kusen. Kemudian di Bahrain, peringatan Asura ditandai dengan donor darah massal sebagai wujud darah husain yang mengalir ketika di penggal kepalanya dan dipotong-potong bagian tubuhnya.
Bagi keraton, ada dua hari besar yang berhubungan dengan islam yang diperingati secara besar-besaran, yakni “grebeg maulud” dan perayaan bulan “suro”. Pada bulan suro ini, umumnya dilaksanakn jamas pusoko, ruwatan serta sesajen agung.[3] Sering orang jawa dikritik “kalau berdoa langsung saja berdoa, tidak usah memakai makanan”. Namun orang muslim jawa memiliki jawaban yang logis. Rosull pernah bersabda “ bersedekah itu dapat menghindarkan diri dari kecelakaan, kejelekan dan sebagainya”.
Melakukan syukuran pada Allah atas karunia yang diberikannya pada suatu waktu, baik karena mendapat nikmat maupun terhindar dari bencana, dan dilakukan secara terus menerus setiap tahun, maka nikmat akan datang pada hari itu.[4]











BAB III
PENUTUP
Suro atau Muharram adalah bulan suci. Karena banyak peristiwa terjadi di bulan tersebut. Sebagian besar umat islam diberbagai belahan dunia termasuk muslim jawa memuliakan bulan muharram atau suro dengan aneka ritual dan tradisi yang dilaksanakan secara khusus pada bulan tersebut. Selain itu, juga dapat dipetik hikmahnya bahwa sebagai masyarakat yang menyukai festival atau ritual keagamaan bisa menjadi ajang dakwah yang cukup efektif bagi masyarakat jawa khususnya. Karena selain Ramadhan, masyarakat dapat diarahkan untuk memperbanyak amal kebaikan seperti sedekah, puasa, solat dan sebagainya.

















Daftar Pustaka
Ridwan, Suwito, Sulkhan, dan Supani. 2008.  Islam Kejawen.  Purwokerto: Stain Press.
H. Munawir Abdul Fattah. Tradisi orang-orang NU.  Yogyakarta : Pustaka Pesantren.
K.H. Muhammad Solikhin. Misteri Bulan Suro.  Yogyakarta : Narasi.
Jafar Murtadha Al-Amily.  Perayaan Maulid Khaul bukan sesuatu yang haram. Bandung : Pustaka Hidayah.



[1] Ridwan, Suwito, Sulkhan, dan Supani, Islam Kejawen, (Purwokerto: Stain Press) hal 46
[2] H. Munawir Abdul Fattah, Tradisi orang-orang NU, ( Yogyakarta : Pustaka Pesantren) hlm. 115
[3] K.H. Muhammad Solikhin, Misteri Bulan Suro ( Yogyakarta : Narasi ) hlm. 84
[4] Jafar Murtadha Al-Amily, Perayaan Maulid Khaul bukan sesuatu yang haram ( Bandung : Pustaka Hidayah ) hlm. 33