Sabtu, 22 September 2012

Cintailah aku dengan CINTA...

“Tapi mi, zahra belum ingin menikah dulu. Lagipula sekarang kan zahra udah semester enam. Paling tidak, nunggu zahra lulus dulu baru nikah.” Jawab zahra ketika uminya menyuruh dia untuk menikah dengan ustadz di desanya.
“jangan begitu nduk, ini dawuh abahmu. Kamu tahu sendiri kan sama abahmu itu. Kalo udah keinginan pasti harus di patuhi. Tadi abah udah bilang sama umi. Setelah menikah, kamu masih tetep kuliah nduk. Hanya saja status kamu sudah menikah. Lagian kamu sudah kenal sama burhan kan nduk?” tanya uminya tenang.
“hmmm... gimana ya mi. Iya sih mas burhan itu kayaknya orangnya baik. Sopan pula. Tapi kalo zahra sudah selesai liburan semester. Terus zahra kembali ke kota gimana mi?”
“masalahnya gitu tho nduk?” umi zahra tersenyum. “ begini, si burhan kan udah dapet kerja di kota. Jadi kalian bisa menetap di kota. Terus apa lagi yang di permasalahkan zahra?”
Zahra hanya tersenyum malu-malu.
###
Bulan pertama menikah dengan burhan. Zahra benar-benar merasa bahagia karena memiliki suami sebaik burhan. Bulan kedua setelah pernikahan, burhan jadi sering pulang malam. Katanya lembur kerja atau mengisi pengajian di majelis ta’lim. Sebagai istri yang baik, zahra pun percaya saja dan patuh terhadap suaminya.
Waktu sudah pukul jam sembilan malam. Tugas-tugas kuliah sudah selesai dia kerjakan. Tapi burhan belum juga pulang. Dia hanya mengirim pesan kepada zahra kalau dia sedang mengisi pengajian di kantornya jadi zahra disuruh tidur terlebih dahulu. Namun zahra benar-benar merasa tidak tenang. Tiba-tiba hp nya berbunyi tanda ada sms masuk. Dia buka dan baca sms itu. Ternyata dari raihan, laki-laki baik yang terang-terangan menyatakan cintanya pada zahra.
“assalamualaikum.” sapa raihan melalui sms.
Zahra bimbang. Dia ingin membalas, tapi takut suaminya cemburu. Tapi dia benar-benar kesepian saat itu. Akhirnya zahra pun membalas sms raihan.
“wa’alaikumsalam.” Jawab zahra singkat. Akhirnya mereka berdua pun larut dalam sms.
“lagi ngapain de zahra. Maaf kalo sy lancang”.
“oh gak papa mas. Sy lagi santai saja nih.”
“begitu tho. Tak kira de zahra itu lagi sakit loh. Abisnya tadi sy bertemu suami de nayla di cafe deket mall gak bareng de zahra jadi sy kira de zahra lagi sakit. Sebelumnya maaf ya de zahra. Sy udah suudzon sama sampean”.
Zahra benar-benar terkejut membaca sms dari raihan. Berbagai pertanyaan berputar-putar di otaknya. Cepat-cepat dia membalas sms raihan.
“ketemu sama suami saya jam berapaan mas?”
“tadi jam setengah sembilan de. Kenapa tho? Suaminya sudah pulang kan?”
“oh, tidak apa-apa mas. Iya ini, udah pulang.” Zahra berusaha menutupi. Namun hatinya merasa tidak enak. Tak berapa lama, terdengar suara mobil parkir di teras rumah. Suaminya telah pulang. Zahra cepat-cepat membukakan pintu.
“tadi pengajiannya bagaimana mas?” tanya zahra.
“lancar.” Jawab burhan singkat.
“tadi tema ceramahnya apa mas?” tanya zahra lagi.
“kamu ini yah. Suami baru pulang masih cape malah di tanya-tanya terus. Udah lah, mas cape. Mau mandi dulu.” Burhan nada membentak. Hati zahra seakan teriris-iris mendengar suaminya bernada seperti itu tak seperti biasanya. Zahra hanya bisa diam sambil memungut baju kotor suaminya yang tercecer di lantai kamar. “ beri hamba sabar ya Robb.” Batin zahra.
Zahra benar-benar terkejut melihat kemeja suaminya. Seperti bercak lendir. Baunya juga seperti bau cairan wanita. Zahra hanya bisa bertanya-tanya sendiri.
###
Selesai kuliah, zahra masih berdiam diri di kelas. Kakinya enggan pulang kerumah. Ingin rasanya dia memeluk uminya dan meluapkan segala unek-unek tentang burhan yang semaikin hari semakin berubah saja kelakuannya.
“nglamunin apa sih zah?” tanya nuri teman dekatnya di kampus.
Zahra kelabakan. “oh gak nglamunin sapa-sapa kok nur.”
“ah kamu. Aku tuh tau gelagat bohong dan benernya kamu zah.”
“gimana ya nur. Aku juga bingung sendiri mau cerita apa. Kapan-kapan aja ya nur. Sekarang aku mau pulang dulu ya. Takutnya mas burhan udah keburu pulang sebelum aku pulang. Dadah nuri....” zahra pun berlalu.
###
“kamu kenapa tho nduk? Kok suaranya kayak lagi nangis?” tanya umi zahra di telephone.
“zahra nggak napa-napa mi, zahra kangen ajah sama umi dan abah. Zahra jadi pengen pulang...” tiba-tiba suara zahra terhenti seperti ada sesuatu mengganjal di tenggorokannya.
“halo nduk... kok diem tho? Ya tinggal ngomong ajah sama burhan. Nanti kan bisa pulang ke kampung sama-sama.”
“baik mi. Nanti coba zahra bilang sama mas burhan.”
###

“mas, minggu depan pulang kampung yuk? Zahra udah izin sama dosen kok. Udah empat bulan kita nggak nengok abah sama umi mas.” Ajakku di sela-sela waktu ketika hendak tidur.
“ya sana kamu pulang sendiri saja zah. Mas kan lagi banyak pekerjaan. Besok mas kasih uang transport. Jadi selama seminggu kamu bisa liburan di rumah.” Jawab burhan enteng sambil mencium kening zahra. Lalu pergi tidur.
Zahra hanya bisa diam. Matanya melihat punggung datar suaminya. Sudah sebulan lebih suaminya tidak menggaulinya dengan alasan takut kalau zahra hamil masih di bangku kuliah.
Seminggu kemudian zahra pamit pergi ke kampung halaman. Burhan hanya mengantar sampai terminal. Itu pun juga tidak mengantar sampai ke dalam bus. Dia keburu pergi dengan alasan seperti biasa. Ada pekerjaan banyak di kantor. Zahra percaya saja dengan apapun kata suaminya itu.
Tengah malam bus yang ditumpangi zahra berhenti di depan gang yang hendak kerumahnya. Terlihat abah dan uminya menungguinya disana. “abah sama umi kok repot-repot nungguin zahra di sini sih. Zahra kan bisa jalan sendiri pulang ke rumah.” Kata zahra sambil mencium punggung tangan orang tuanya.
“tadi abah sama umi habis nghadirin pengajian di pesantren desa sebelah nduk. Jadi sekalian pulangnya jemput kamu. Masa iya putri abah yang cantik ini jalan sendirian dalam keadaan cape.” Ucap abah zahra lalu masuk ke dalam mobil bersama-sama.
“si burhan nggak ikut pulang kenapa tho nduk?” sela abah zahra.
“oh mas burhan lagi banyak pekerjaan bah. Jadi dia tidak bisa ikut.”
###
Empat hari sudah zahra berada di rumah orang tuanya. Burhan hanya sms dua kali saja. Telephone juga tidak pernah. Apakah saking sibuknya dia sampai-sampai dia melupakan istrinya.
“kamu nggak kangen sama burhan tho nduk?” tanya uminya.
“sebenarnya ya kangen lah mi.”
“terus kalo kangen kenapa kamu masih betah di rumah. Bukannya umi mengusir atau gimana ya nduk. Sebagai istri yang shalikha, sebaiknya kamu tidak meninggalkan suami sampai waktu yang lama. Maaf ya nduk...”
“enggih mi, besok pagi zahra juga ada niat untuk pulang ke kota.”
Esoknya, zahra sudah berada di terminal. Abah dan uminya menunggu sampai bus zahra pergi. Dalam perjalanan zahra bisa bernafas lega karena sudah bertemu kedua orang tuanya meski masih ada rasa kangen. Ingin rasanya dia seperti dulu yang belum menikah. Dia masih ingin di manja oleh orang tuanya.
Handphone zahra lowbet ketika ia hendak sms suaminya minta di jemput di terminal. Tapi ya sudahlah, akhirnya dia naik taxi saja. Sampai juga dia di depan rumah. Ketika dia hendak mengetok pintu, pintunya sedikit terbuka. Zahra pun masuk rumah saja. Badannya terasa lelah. Jadi dia putuskan langsung pergi ke kamar. Namun apa yang terjadi benar-benar di luar akal sehatnya. Adegan di hadapannya benar-benar membuat zahra syok. Pintu kamarnya pun dia banting ke tembok dengan sekuat tenaga. Terlihat seorang wanita tak memakai sehelai kain pun duduk di pangkuan suaminya. Wanita itu terbengong melihat zahra.
“nuri...” lirih zahra.